Menjadi salah satu dari belasan
ribu peserta program Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan
Tertinggal (SM-3T) merupakan suatu kebanggaan tersendiri. Saya adalah peserta
program SM-3T angkatan III Universitas Pendidikan Indonesia yang ditugaskan di
pedalaman Aceh, tepatnya di Desa Melidi, Kecamatan Simpang Jernih, Kabupaten
Aceh Timur, Provinsi Aceh.
Untuk menuju
lokasi, setidaknya saya harus menggunakan perahu (boat) selama 5-6 jam perjalanan menyusuri Sungai Tamiang. Dua guru
program SM-3T yang bertugas di tahun sebelumnya gugur dalam insiden kecelakaan boat setelah terseret derasnya arus
Sungai Tamiang pada 26 November 2012 lalu. Ya, Geugeut Zaludiosanua Annafi dan
Winda Yulia, dua sosok pahlawan pendidikan (silent
hero) yang menginspirasi saya untuk turut bergabung dalam program SM-3T. Entah
memang suatu kebetulan atau tidak, daerah pengabdian saya pun sama persis
dengan almarhum Geugeut-Winda.Begitu juga dengan sekolah tempat saya mengabdi,
yakni SMP Negeri 2 Simpang Jernih.
Begitu banyak pengalaman berharga
yang saya dapatkan selama kurang lebih satu tahun mengabdi di pedalaman Aceh.
Keterbatasan listrik dan sinyal telekomunikasi memberikan pengalaman tersendiri
bagi saya yang sudah terbiasa dengan berbagai fasilitas yang ada. Untuk
mendapatkan sinyal telekomunikasi saja, setidaknya saya harus pergi ke “bukit sinyal”
yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki menyusuri jalan setapak.
Setiap hari,
saya dan ketiga guru SM-3T yang bertugas di SMP Negeri 2 Simpang Jernih harus
berjalan kaki sekitar dua kilometer menyusuri jalan tanah dan menyeberangi
sungai selebar 20 meter menggunakan rakit atau getek untuk menuju sekolah. Jika
kondisi sungai sedang banjir, kami terpaksa harus “mengungsi” ke meunasah yang
kondisinya jauh dari layak.
Siswa kami tidaklah banyak, hanya
sekitar 50-an siswa saja. Banyak di antara mereka yang lebih memilih bekerja
membantu orang tuanya di sawah atau kebun dari pada bersekolah. Terlebih lagi
saat musim tanam dan musim panen tiba, hanya beberapa siswa saja yang bersekolah.
Bahkan, tak sedikit dari mereka yang memutuskan untuk berhenti sekolah dengan
berbagai alasan.
Di sekolah kami
hanya ada tiga guru, itu pun belum berstatus PNS. Satu dari tiga guru tersebut
kemudian mengundurkan diri. Uniknya, sejak awal berdiri hingga kini, belum
pernah ada satu guru PNS pun yang ditempatkan di sekolah tersebut. Di sini,
kami menjadi tulang punggung bagi keberlangsungan pendidikan di SMP Negeri 2
Simpang Jernih. Namun, hal tersebut tak lantas membuat kami menyerah dengan
keadaan. Semangat mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi motivasi tersendiri
bagi kami untuk terus memberikan yang terbaik bagi para siswa kami di SMP
Negeri 2 Simpang Jernih. Alhamdulillah, pada tahun 2015 lalu, dua Guru Garis
Depan (GGD) resmi ditempatkan di SMP Negeri 2 Simpang Jernih sehingga menambah
jumlah tenaga pendidik di sekolah tersebut.
Selama satu
tahun mengabdi, kami menemukan banyak nilai luhur yang jarang ditemukan di
daerah perkotaan. Di sini, nilai-nilai Pancasila masih dijunjung tinggi oleh
masyarakatnya. Rasa kekeluargaan, tenggang rasa, gotong royong, musyawarah, dan
kearifan lokal masih dijunjung tinggi dan masih melekat dalam kehidupan
sehari-hari. Tak hanya masyarakat yang belajar kepada kami, kami pun turut
belajar kepada masyarakat setempat tentang arti kehidupan yang sebenarnya.
Begitu banyak nilai positif yang kami dapatkan selama satu tahun berada di
pedalaman Aceh. Sungguh merupakan pengalaman yang sangat berharga yang tak bisa
dinilai dengan apapun.
Melihat realita
pendidikan di pedalaman Aceh yang masih jauh tertinggal, menginspirasi saya
untuk menuliskan pengalaman tersebut dalam sebuah buku.Tujuannyatak lain adalah
ingin menginformasikan kepada masyarakat bahwa pemerintah melalui Kemdikbud dan
Kemristekdikti mempunyai program yang sangat luar biasa, yakni program Sarjana
Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM-3T) yang dapat
membantu mengatasi permasalahan pendidikan di daerah terpencil terutama dalam
hal kekurangan tenaga pendidik. Selain itu, saya juga ingin mengajak para
pendidik (guru) untuk mau menuliskan pengalaman mengajarnya yang saya yakin
akan lebih berkesan dan inspiratif sehingga pemerintah dan masyarakat dapat
mengetahui bagaimana kondisi pendidikan yang sebenarnya di negeri ini. Jujur,
saya merasa prihatin karena sedikit sekali guru yang bersedia menuliskan
pengalaman mengajarnya dalam sebuah buku.
Puji
dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, tanggal 25 November
2015 lalu buku tersebut resmi diluncurkan, bertepatan dengan peringatan Hari
Guru Nasional di kampus Universitas Pendidikan Indonesia yang dihadiri pula
oleh perwakilan dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Buku
tersebut berjudul “Cerita dari Pelosok Negeri”, Sebuah Kisah Pengabdian Program Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan,
Terluar, dan Tertinggal (SM-3T) di Pedalaman Aceh. Buku tersebut saya
dedikasikan untuk almarhum Geugeut Zaludiosanua Annafi dan Winda Yulia, dua
guru SM-3T UPI yang sangat menginspirasi dalam hidup saya. Juga untuk guru-guru
yang mendedikasikan hidupnya untuk kemajuan pendidikan di Indonesia.
Salam Maju
Bersama Mencerdaskan Indonesia!
Terima kasih SM-3T, SM-3T Inspirasi saya menulis buku :)
Best archery vr games in 2021 | Ali's Luck123 메리트 카지노 주소 메리트 카지노 주소 메리트카지노 메리트카지노 온카지노 온카지노 798Sweet Bonanza - No Limit Online Casinos
BalasHapus